Berita cukup menarik dan perlu kita simak, ketika ada gejala PEMERINTAH (cq. KEMENDIKBUD) melakukan kebijakan yang bertentangan dengan Hukum.
Bagaimana kita menyikapinya?
Ujian Nasional
Wantimpres Dorong Presiden Hentikan UN
Ester Lince Napitupulu | Marcus Suprihadi | Selasa, 20 Maret 2012 | 17:51 WIB
Share:
Dok KOMPAS/Arbain Rambey Albert Hasibuan
JAKARTA, KOMPAS.com- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diminta untuk menghentikan dulu pelaksanaan ujian nasional. Hal ini terkait adanya putusan Mahkamah Agung agar pemerintah menghentikan dulu pelaksanaan ujian nasional jika syarat-syarat pemerataan kualitas dan layanan pendidikan di semua sekolah belum terpenuhi.
"Masukan kepada Presiden dari kajian hukum, kami mendukung agar Presiden menjadi contoh untuk melaksanakan putusan Mahkamah Agung soal kebijakan UN. Sesuai keputusan hukum, UN harus ditunda. Sebab, UN melenceng dari tujuan yang sebenarnya. Sistem pendidikan nasional juga harus dievaluasi," kata Albert Hasibuan, anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Bidang Hukum dan HAM usai menerima Tim Advokasi Korban UN, di Jakarta, Selasa (20/3/2012).
Menurut Albert, dari kajian secara hukum, dirinya akan memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Pesiden untuk melaksanakan putusan MA untuk menunda UN dan mengevaluasi sistem pendidikan nasional.
"Saya memberi pemikiran kepada Presiden supaya menjalankan keputusan MA, sehingga akhirnya benar negara ini merupakan negara hukum," kata Albert.
Edy Halomoan Gurning, pengacara publik dari LBH Jakarta yang tergabung dalam Tim Advokasi Korban UN, mengatakan, pemerintah semestinya serius menjalankan putusan MA untuk menghentikan dulu kebijakan UN.
MA memutuskan, pemerintah harus meningkatkan kualitas guru, sarana dan prasarana sekolah, serta akses informasi yang lengkap di seluruh daerah sebelum melakukan ujian nasional.
Namun, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tahun 2007 atas gugatan citizen lawsuit (gugatan warga negara terhadap pemerintah) mengenai kebijakan ujian nasional dan diperkuat lagi dengan putusan kasasi Mahkamah Agung tahun 2009 diabaikan. Pemerintah tetap bersikukuh menggelar UN.
"Kami mendesak supaya Wantimpres bisa merekomendasikan UN dihentikan dulu tahun ini. Pemerintah harus melaksanakan putusan MA dan segera mengevaluasi sistem pendidikan nasional," kata Edy.
Putusan MA Diabaikan
Putusan MA Diabaikan
| Jumat, 9 Maret 2012 | 02:25 WIB
Share:
Jakarta, Kompas - Pemerintah dituding tidak melaksanakan keputusan Mahkamah Agung tentang ujian nasional. MA memutuskan, pemerintah harus meningkatkan kualitas guru, sarana dan prasarana sekolah, serta akses informasi yang lengkap di seluruh daerah sebelum melakukan ujian nasional.
Namun, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tahun 2007 atas gugatan citizen lawsuit (gugatan warga negara terhadap pemerintah) mengenai kebijakan ujian nasional dan diperkuat lagi dengan putusan kasasi Mahkamah Agung tahun 2009 diabaikan. Pemerintah tetap bersikukuh menggelar UN.
Ketidaktaatan Presiden dan jajarannya melaksanakan keputusan MA dilaporkan Tim Advokasi Korban UN kepada Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) yang tertutup bagi wartawan di Jakarta, Kamis (8/3). Tim Advokasi Korban UN yang terdiri dari orangtua siswa, praktisi pendidikan, dan lembaga swadaya masyarakat diterima anggota Wantimpres Bidang Hukum, Albert Hasibuan.
Nurkholis Hidayat, Direktur LBH Jakarta, menjelaskan, kehadiran Tim Advokasi Korban UN untuk meminta Wantimpres mendesak Presiden menjalankan putusan MA. ”Sikap pemerintah yang mengabaikan putusan MA merupakan pembangkangan hukum pada putusan pengadilan,” ujar Nurkholis.
Janji dibahas
Menanggapi pengaduan Tim Advokasi Korban UN, Albert mengatakan, Wantimpres akan membahas pengaduan dan desakan eksekusi pengadilan negeri kepada pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan UN.
”Saya pikir setiap putusan MA wajib dipatuhi pemerintah karena merupakan ketentuan hukum oleh lembaga negara. Setiap putusan MA harus dilaksanakan oleh negara,” kata Albert.
Majelis hakim PN Jakarta Pusat menyatakan, tergugat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo, dan (mantan) Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan Bambang Suhendro telah lalai dalam memberikan pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia terhadap warga negara, khususnya hak atas pendidikan dan hak anak.
S Hamid Hasan, ahli evaluasi dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, mengatakan, pemerintah semestinya memenuhi dulu delapan standar nasional pendidikan yang sudah ditetapkan untuk menjamin semua anak mendapat layanan pendidikan yang baik. ”Sekarang ini belum semua anak dapat layanan pendidikan yang baik, tetapi pemerintah sudah melaksanakan UN yang menentukan kelulusan anak. Ini tidak adil bagi anak,” kata Hamid. (ELN
Ujian Nasional Diadukan ke Wantimpres
Ester Lince Napitupulu | Robert Adhi Ksp | Kamis, 8 Maret 2012 | 13:41 WIB
Share:
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO Ilustrasi ujian nasional
JAKARTA, KOMPAS.com - Kekukuhan sikap pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggelar pelaksanaan ujian nasional (UN) tahun ajaran 2012 dipersoalkan.
Padahal, sudah ada keputusan hukum bahwa UN bisa dilaksanakan jika pemerintah telah meningkatkan kondisi pendidikan yang sama di seluruh Indonesia.
Namun, UN terus berjalan. Pemerintah justru memperketat pelaksanaan UN di jenjang SD- SMA sederajat agar tidak terjadi kecurangan atau kebocoran.
Persoalan ini diadukan Tim Advokasi Korban UN kepada Dewan Pertimbangan Presiden di Jakarta, Kamis (8/3/2012) siang ini.
Suparman, anggota Tim Advokasi Korban UN, menyampaikan pertemuan terkait dengan penyampaian rekomendasi untuk melaksanakan eksekusi putusan pengadilan tentang UN.