Senin, 25 Oktober 2010

TULISAN SAUDARAKU DI SUATU MILLIST


Lagi Tentang UN, Jangan Paksa Kami !
Oleh Leonardus Dapa Loka

Entah tulisan ini mau digolongkan jenis tulisan apa, saya tidak peduli. Saya juga tidak ambil pusing kalau karena tulisan ini saya dan kawan-kawan dicap merengek-rengek, manja atau apa pun. Yang saya mau dengan tulisan ini hanyalah agar "yang empunya kuasa" di pusat kekuasaan, mau membuka mata dan hati untuk peduli pada kondisi real yang kami alami di pelosok Indonesia ini. Saya adalah seorang guru pada sebuah Sekolah Menengah Kejuruan di Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD, NTT).
Cita-cita untuk menjadi guru yang kemudian menjadi kenyataan tampaknya sudah merupakan "warisan" dari ayah saya Aloysius Bulu Malo (alm) yang sampai akhir hayatnya tetap mencintai profesinya sebagai guru. Tidak hanya itu, almarhum berhasil "menjerumuskan" kami enam orang anaknya untuk menjadi guru. Dengan demikian, yakinlah, profesi guru telah menjadi panggilan kami.
Jadi jelaslah, bahwa kepedulian yang saya maksud di atas bukanlah rengekan agar saya dan teman-teman guru dimanjakan dengan berbagai fasilitas atau gaji yang berlipat-lipat sehingga kami pun bisa patantang-patenteng dengan aneka barang mewah. Atau bukan agar kami bisa jalan-jalan alias pelesir ke kota-kota besar untuk mencari hiburan seperti yang kerap kali dipertontonkan oleh para wakil rakyat. Tidak! Bukan itu!
Saya ingin kita realistis dengan situasi bangsa ini yang masih merayap-merangkak, dalam hal ini di bidang pendidikan. Bahwa ada daerah atau sekolah tertentu yang sudah mengalami kemajuan luar biasa dalam pendidikan, tak bisa disangkal. Namun tidak bisa dipungkiri juga bahwa masih sangat banyak daerah atau sekolah yang situasinya sangat memprihatinkan dalam berbagai segi.
Tahun lalu saya diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan ditempatkan sebagai guru mata pelajaran Bahasa Inggris di sebuah SMK di Kecamatan Kodi, SBD, NTT.
Semoga saya saja yang apes! Saya kebagian mengajar murid-murid yang pengetahuan Bahasa Inggrisnya sangat menyedihkan. Jangankan berbicara soal tenses atau grammar meski yang paling sederhana. Kemampuan mereka dalam menguasai bilangan 1 sampai 20 atau huruf A sampai T saja sangat menyedihkan.

Saya lalu merasa berada di persimpangan: mau ikut kurikulum atau ikut anak. Ikut tuntutan kurikulum berarti menutup mata dengan kondisi anak. Ikut kondisi anak, berarti menelantarkan kurikulum. Contoh ini baru menyangkut Bahasa Inggris. Nasib yang sama dialami oleh para guru mata pelajaran lain.
Guru Masak di Bawah Pohon
Karena sekolah ini baru dua tahun berdiri, para guru di sini masih tergolong muda atau fresh graduate. Mereka adalah sarjana dari beberapa universitas baik di Jawa maupun dari universitas di NTT sendiri. Semangat guru-guru muda ini masih besar dan bahkan menggebu-gebu.
Karena itu, meskipun sangat tidak kondusif, saya dan teman-teman menuruti anjuran Kepala Sekolah agar kami tinggal di kompleks sekolah. Sang kepala sekolah khawatir, jika kami ngelaju dari rumah masing-masing, akan banyak tugas yang terganggu sebab kami menempuh jarak yang cukup jauh.
Tentu saja, pemenuhan terhadap ajakan Kepala Sekolah bukan tanpa risiko. Jangan membayangkan kami tidur nyaman di atas spring bed. Jangan juga pikir kami akan menyediakan atau mengolah makanan dengan peralatan dapur modern berikut air kran yang bisa mengalir setiap saat. Percaya atau tidak, kami sangat jauh dari itu semua.
Mungkin para pejabat di Jakarta tidak percaya bahwa kami para guru harus tidur di ruang kelas beralaskan kursi atau bangku siswa. Mungkin, sulit juga dipercaya bahwa karena tidak ada dapur, kami harus masak dengan kayu bakar di bawah pohon. Beberapa kali terjadi, saat priuk nasi sedang duduk santai di atas batu tungku dan baru mendidih, tiba-tiba hujan. Kami harus buru-buru mengangkat priuk untuk dilarikan ke teras sekolah padahal nasi dalam priuk belum matang. Sambil menahan perut lapar, kami hanya bisa mengurut dada sebab beras pasti gagal menjadi nasi.
Saya khususnya, memang terbiasa hidup dengan fasilitas yang terbatas. Tapi keadaan tersebut sangat "extraordinary". Kami hidup tanpa listrik, air jauh, dan kerap kali sangat terganggu oleh pencuri.

Yang paling banyak berpesta dengan keprihatinan kami adalah nyamuk. Dan siapa pun tahu,
Sumba adalah sarang nyaman bagi nyamuk malaria. Hampir pasti, setiap hari ada orang yang meninggal akibat sakit malaria. Nah, bagaimana mau mengharapkan hasil Ujian Nasioanl (UN) yang kompetitif dari situasi ini? Kami bukan tidak mau berjuang. Bahwa bersedia tidur di sini dan hidup "terlantar", ini sudah perjuangan meski belum seberapa. Namun perjuangan yang belum seberapa ini sudah cukup memberi gambaran bahwa kondisi real kami sama sekali tidak bisa disamakan dengan kondisi real yang ada di tempat lain, Jakarta misalnya.
Penentuan standar kelulusan yang sama secara nasional berikut soal atau bobot soal yang sama untuk semua siswa dan sekolah dalam kondisi apa pun di seluruh Indonesia, merupakan bentuk konkret paling jelas dari penyamarataan secara membabibuta. Belum lagi soal pembebasan sekolah dari hak menentukan kelulusan. Di mata saya, penyamarataan ini jelas merupakan sebuah penghinaan di satu sisi dan penyiksaan di sisi lain.
Ya, penghinaan bagi siswa yang mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah terbaik di Jakarta karena kemampuan atau kecerdasan mereka disamakan dengan siswa di pelosok. Lalu menjadi siksaan tak berperikemanusiaan bagi siswa di pelosok-pelosok karena mereka dipaksa memiliki kemampuan yang sama dengan teman-teman mereka yang beruntung di Jakarta.
Jadi, dari hati yang paling dalam, mohon kiranya para pengambil keputusan sekali-sekali turun langsung melihat sendiri kondisi yang ada. Saya khawatir, prinsip menunggu laporan masih sangat menguasai para pejabat di bidang ini. Akibatnya, keputusan diambil berdasarkan laporan yang tidak akurat.Kalau sudah melihat sendiri dari dekat, pasti merasakan denyut yang ada. Dari sini akan muncul keputusan yang lebih bijak.
Kalau pun nanti UN tetap diberlakukan, ia bukan penentu kelulusan. UN bisa dipakai sebagai alat ukur untuk mengetahui sejauh mana kemajuan yang terjadi pada sebuah daerah. Dari situ dilakukan perbaikan yang sifatnya kontekstual.
*Penulis adalah seorang guru di Sumba Barat Daya, NTT,
alumni Pendidikan Bahasa Inggris
Universitas Sarjanawiyata, Tamansiswa, Yogyakarta

Minggu, 17 Oktober 2010

DAFTAR WEB BANK SOAL UN SMK



Daftar Web Yang dapat dikunjungi sebagai Bank Soal :
1.   http://yadi82.blogspot.com/2010/09/download-soal-persiapan-ujian-nasional.html
2.   http://examsworld.us/bank-soal-ujian-akhir-nasional-untuk-smk.html
3.   http://irvanhabibali.wordpress.com/2010/10/07/soal-soal-persiapan-ujian-nasional-2011/
4.   http://www.bambangoke.com/2010/01/ujian-nasional-un-2010.html
5.   http://ujiannasional.org/prediksi-soal-un-smk-2011.htm

Selamat Belajar, SUKSES buat kalian semua. Amin

Jumat, 15 Oktober 2010

BSE (BUKU SEKOLAH ELEKTRONIK)

BSE. Siapa tak kenal istilah BSE (Buku Sekolah Elektronik), tapi setelah sekian lama di luncurkan, keberadaannya belum juga menempati posisi penting di lembaga pendidikan (sekolah). Contoh pada tahun ajaran ini saja, program buku murah versi pemerintah tersebut belum populer sebagai buku teks pelajaran yang diwajibkan sekolah untuk dimiliki siswa. Buku yang digunakan oleh sekolah, kebanyakan masih tetap dari luar BSE.

Sejumlah guru yang dihubungi di berbagai wilayah dari Jakarta, Jumat (12/8/2010), mengaku belum bisa mengandalkan BSE sebagai buku teks pelajaran di sekolah. Selain karena terbatasnya fasilitas pendukung ; sarana (alat untuk membaca) dan prasarana (alat bantu untuk mengakses secara online atau digital) di sekolah, BSE versi offline atau cetak (buku dan CD/DVD) masih sulit ditemui di pasaran (KOMPAS.com ). 

Sebagian lagi guru mengatakan bahwa “materi isi buku dalam BSE dinilai masih kurang rinci dan lengkap jika dibandingkan dengan buku teks pelajaran dari penerbit yang biasa digunakan sekolah-sekolah selama ini.”
Terus Keberadaan BSE untuk apa? …

Sejarah keberadaan bse

LATAR BELAKANG
Buku merupakan salah satu sarana penting dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu permasalahan perbukuan dalam era otonomi daerah dewasa ini adalah ketersediaan buku yang memenuhi standar nasional pendidikan dengan harga murah yang dapat dijangkau oleh masyarakat luas. Untuk mengatasi hal tersebut, Departemen Pendidikan Nasional telah membeli hak cipta buku teks pelajaran dari penulis/penerbit. Selanjutnya buku-buku tersebut disajikan dalam bentuk buku elektronik (e-book) dengan nama Buku Sekolah Elektronik (BSE). 
TUJUAN
1.   Menyediakan sumber belajar alternatif bagi siswa.
2.   Merangsang siswa untuk berpikir kreatif dengan bantuan teknologi informasi dan komunikasi.
3.   Memberi peluang kebebasan untuk menggandakan, mencetak, memfotocopy, mengalihmediakan, dan/atau memperdagangkan BSE tanpa prosedur perijinan, dan bebas biaya royalti sesuai dengan ketentuan yang diberlakukan Menteri.
4.   Memberi peluang bisnis bagi siapa saja untuk menggandakan dan memperdagangkan dengan proyeksi keuntungan 15% sesuai dengan ketentuan yang diberlakukan Menteri.
PENGGANDAAN BSE UNTUK DIPERDAGANGKAN.
BSE, bisa diakses di laman www.bse.kemendiknas.go.id, pada saat ini telah berjumlah 901 judul buku, mulai dari buku SD hingga SMA/SMK. Sejak tahun lalu, BSE versi cetak juga sudah mulai dipasarkan Pusat Buku Indonesia yang berlokasi di Jakarta ke berbagai daerah, baik dalam bentuk buku maupun rekaman cakram (CD/DVD) .

kondisi yang terjadi
BSE adalah Buku sekolah Elektronik yang berbentuk file digital (dengan format PDF), yang hanya dapat dibaca dengan alat bantu elektronik. Ada bermacam alat bantu elektronik untuk membaca BSE dengan bentuk dan kemampuan yang berbeda-beda, yaitu : Komputer PC; LapTop; Netbook; HandPhone, Comunicator; dan ebook-Reader.




Untuk memilih alat bantu membaca BSE tersebut, diperlukan pengetahuan dan kebijakan yang berpihak pada siswa yang sesuai dengan tujuan utama kebijakan Kemendiknas tentang BSE yaitu ketersediaan buku yang memenuhi standar nasional pendidikan dengan harga murah yang dapat dijangkau oleh masyarakat luas.
Dalam perjalanannya, BSE mengalami pergeseran penafsiran, karena untuk menjadi sumber belajar alternatif  yaitu bisa dibaca sebagai buku yang memenuhi standar nasional pendidikan dengan harga murah, BSE masih memerlukan alat bantu (sarana) dan alat penunjang (prasarana).
Pergeseran penafsiran pertama dimulai dari karena belum tersedianya alat bantu (Komputer dan Laptop) pada guru sekolah maupun siswa. Untuk itu  diadakan program SAGUSALA = Satu Guru Satu Laptop. Untuk sekolah ada Bantuan dari Kemendiknas dalam pengadaan Komputer sekolah namun untuk siswa masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Contoh yang terjadi di Bali, sejumlah wali murid calon siswa disebuah sekolah di Negara, Bali menjelang penerimaan siswa sekolah unggulan tersebut resah. Pasalnya, pihak sekolah mengharapkan bagi siswa yang akan mengikuti matrikulasi yang merupakan rangkaian penerimaan siswa baru, membawa laptop. (03 Juni 2010, Bali Post)
Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) menargetkan program "satu orang satu laptop" bagi siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) untuk mendukung proses pembelajaran pada 2014. Untuk itu, sejumlah SMK  kini bekerja sama dengan perusahaan laptop lokal untuk perakitan dan pusat perbaikan {service center). (BERITAJAKARTA.COM —23-05-2010)
Kemampuan siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) untuk merakit netbook dan laptop akan dimanfaatkan untuk mewujudkan satu siswa satu laptop yang nantinya sudah dilengkapi dengan materi-materi pelajaran SMK. "Beberapa SMK sudah memproduksi netbook dan laptop rakitan. Untuk itu, kami sudah meminta SMK-SMK di seluruh Indonesia untuk membeli produk rakitan siswa,"  kata Direktur Pembinaan SMK Kemendiknas , Joko Sutrisno (Kapanlagi.com, Jum'at, 12 Maret 2010).
Disamping harga yang belum terjangkau oleh siswa atau orangtua murid pada umumnya, alat bantu yang ada (Laptop – netbook maupun Komputer/PC) masih memiliki kelemahan utama sebagai alat bantu membaca Buku Sekolah Elektronik, yaitu ukuran dan berat yang belum proporsional untuk dibawa oleh siswa baik siswa SMP dan maupun siswa SMA/SMK. Bahkan tidak fleksibel seperti buku pada umumnya, ketika untuk membaca.
Belum tersedianya alat pendukung  (berupa akses internet) untuk mendapatkan materi (BSE) secara online disekolah, maka BSE ditafsirkan lain dengan mengganti materi secara offline, yaitu soft-copy dapat berupa CD atau flashdisk. Tidak hanya sampai disini, dalam rangka mewujudkan buku yang memenuhi standar nasional pendidikan dengan harga murah yang dapat dijangkau oleh masyarakat luas, BSE menjadi Buku Elektonik di Cetak, atau kembali seperti format lama yaitu buku dengan bahan dasar kertas pada umumnya.



Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) resmi menggandeng Hewlett Packard (HP) 
guna pengadaan perangkat alat cetak buku-buku pelajaran bagi siswa sekolah.

Kamis, 07 Oktober 2010

MANJEMEN SEKOLAH

Manajemen sekolah menjalankan berbagai rencana pelaksanaan proses pendidikan dan pengajaran, dengan maksud untuk mewujudkan berbagai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu oleh manajemen pendidikan.
1.       MANAJEMEN KESISWAAN
Mengelola peserta didik dalam rangka penerimaan peserta didik baru, penempatan dan pengembangan kapasitas peserta didik.
2.       MANAJEMEN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA TENAGA PENDIDIK DAN KEPENDIDIKAN 
 Merumuskan kebutuhan tenaga pendidik dan kependidikan, mengembangkan dan memberdayakan tenaga pendidik dan kependidikan untuk memperoleh nilai maslahat optimal bagi individu tenaga pendidik dan kependidikan yang bersangkutan, sekolah dan masyarakat yang dilayaninya.
3.       MANAJEMEN SARPRA
Merencanakan kebutuhan fasilitas,; mengelola pengadaan fasilitas sesuai dengan peraturan;  mengelola pemeliharaan fasilitas, mengelola kegiatan iventaris sarana dan prasarana, mengelola kegiatan penghapusan barang inventaris.
4.       MANAJEMEN HUBUNGAN dan PERAN SERTA SEKOLAH DAN MASYARAKAT
Mengelola hubungan sekolah dengan masyarakat dalam rangka pencarian dukungan, ide, sumber belajar, dan pembiayaan sekolah
5.       MANAJEMEN KETATAUSAHAAN
Pelaksanaan administrasi sekolah yang meliputi antara lain administrasi standar isi, administrasi standar proses, administrasi standar pendidik dan tenaga kependidikan, administrasi standar sarana dan prasarana, dan administrasi standar pembiayaan;
6.       MANAJEMEN KEUANGAN SEKOLAH
Kebutuhan pendanaan kegiatan sekolah dapat direncanakan, diupayakan pengadaannya, dibukukan secara transparan, dan digunakan untuk membiayai pelaksanaan program sekolah secara efektif dan efisien
7.       MANAJEMEN PELAYANAN KHUSUS
Manajemen layanan bimbingan konseling, layanan perpustakaan sekolah, layanan kesehatan, layanan asrama, dan manajemen layanan kafetaria/kantin sekolah
8.       MANAJEMEN PENGEMBANGAN DAN IMPLEMENTASI
Arah pengembangan KTSP; Seluk beluk KTSP; Merencanakan program dan metode pembelajaran serta pemberdayaan sumber belajar; Memonitoring dan menilai KTSP.
(SUMBER : DIREKTORAT TENAGA KEPENDIDIKAN - DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL - TAHUN 2008)