Sabtu, 15 Mei 2010

HABIS


Sekapur Sirih
Beranjak dari kesadaran bahwa lingkungan sekolah adalah tempat yang memberikan rahmat bagi stakeholdersnya. Dan konsekuensinya, kondisi di lingkungan sekolah  tersebut harus selalu dijaga dan dikembangkan sesuai dengan perkembangan jaman, agar rahmat Nya selalu ada.
Dalam rangka menata, menjaga, dan mengembangkan lingkungan sekolah agar sesuai dengan VISI dan MISI sekolah, maka dibuatlah sebuah gerakan yang dilandasi kesadaran moral pelaksananya, sebagai suatu wujud pertanggungjawaban dirinya terhadap alam dan penciptanya, gerakan tersebut diberi nama Gerakan HABIS (HijAu BersIh Sehat).
Menyadari ini adalah sebuah gerakan moril, maka penekanan bentuk kegiatan lebih banyak pada pengembangan jiwa dan pola pikir, yang pada akhirya akan dapat mengubah pola kerja dan pola bidup ‘HABIS.’
Langkah awal adalah Komitmen Stakeholders pada Gerakan ‘Habis’, yang kemudian dilanjuutkan dengan membuat komunitas pengawas dan pelaksana (KOPEL), yang diharapkan  dapat membangunnya kepedulian lingkungan dari stakeholders (warga) melalui penerapan perilaku ramah lingkungan dalam kehidupan sehari-hari  dan adanya kurikulum yang mengintegrasikan mata pelajaran dengan kegiatan yang menjaga dan merawat lingkungan.
Tahap berikutnya adalah, membangun sistem pengelolaan limbah sekolah melalui pengolahan limbah basah dengan komposter; limbah kering dan limbah plastik; mengurangi pemborosan energi listrik,air, dan bahan lain melalui ‘budaya hemat energi’; dan menjaga keseimbangan udara bersih melalui ‘penghijauan’.
Semua ini harus dikerjakan bersama oleh stakeholders yang bermitra dengan orang tua siswa; LSM dan instansi pemerintah (Dinas Pendidikan dan Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Prop.DKI Jakarta) serta dunia usaha dan industri. Hal tersebut dimaksudkan dalam upaya pelaksanaan yang berkesinambungan.
Melihat hal tersebut, memang bukan susatu yang mudah, karena merubah pola pikir; pola laku; dan pola hidup sebagian atau sekelompok masyarakat  merupakan sebuah pekerjaan yang perlu dilakukan secara serius, mendasar; menyeluruh dan berkesinambungan.
Kembali karena menyadari pentingnya suasana yang kondusif melalui lingkungan yang baik, dalam melakukan proses belajar mengajar; untuk menghasilkan tamatan yang mengerti akan dirinya dan lingkungnya; yang kemudian dapat melaksanakan pembangunan berkelanjutan; maka sangatlah diperlukan sebuah gerakan yang berlandaskan sebuah kesadaran yang tinggi, gerakan moral, GERAKAN HABIS.
Adapun jenis kegiatan yang akan dilaksanakan berbentuk :
       Penguatan Komunitas Pengawasa dan Pelaksana (KOPEL) HABIS
       Pengelolaan Sampah Sekolah
       Pembudidayaan Tanaman Ekonomis
       Pengintegrasian Isu Lingkungan Ke Dalam Mata Pelajaran dan Kegiatan Pembelajaran
       Pengembangan Modul Pembelajaran Lingkungan Hidup
       Pelatihan melalui ‘Experiantal Learning’ – ‘Learning by Doing’
       Kampanye Lingkungan (Workshop; Pembuatan dan Pemutaran film tentang daur ulang sampah; Penyelenggaraan lomba kreativitas daur ulang, Penerapan 3R, dll)
       Manajemen Sekolah yang Berwawasan Lingkungan
       Bazar Kreasi Siswa “HABIS” (B-Kas HABIS)

Jumat, 14 Mei 2010

PENDEKATAN UN - PENDIDIKAN MELALUI HATI NURANI

Saudaraku yang saya kasihi,
Yang perlu kita jadikan pegangan bersama adalah ‘semua yang terjadi di dunia ini tidak ada yang mustahil, yang ada karena keterbatasan pikiran dan penglihatan. Hal tersebut terkadang membuat kita tidak dapat melihat yang sudah, sedang, dan akan terjadi, tidak begitu jelas bahkan seolah diluar nalar kita. Yang terpenting untuk kita hindari, dengan menyadari hal tersebut kita tidak saling menyalahkan dan kita dihindari juga menuduh orang lain berbuat yang tidak atau kurang baik.
Begitu pula dengan hasil UN yang baru saja di umumkan, banyak saudara kita terkejut/kaget karena nilai yang didapat oleh seorang siswa/peserta ujian mencapai 8, 9 bahkan 10. Ditambah, nilai tersebut didapat oleh siswa yang memiliki sejarah pendidikan yang kurang baik, sedangkan sebaliknya terjadi pada siswa yang memiliki sejarah pendidikan yang baik malah mendapatkan nilai dibawah rata-rata bahkan ada yang tidak lulus.
Saudaraku yang terkasih,
Marilah kita bersama mengakui kekurangan dan keterbatasan kita bersama, dari pada hal tersebut kita lempar kepada orang lain, bahkan para pemimpin kita. Untuk para pemimpin kita mari kita do’akan bersama agar mereka diberikan limpahan kesehatan, sehingga mereka juga dapat melihat dan mengerti arti kekurangan dan keterbatasan tersebut.
Ada yang terlupakan dari sebuah kata ‘pendidikan’ oleh kita, bahwa pendidikan bukanlah pengajaran (seperti kursus atau pada pendidikan nonformal pada umumnya). Bahwa pendidikan adalah upaya kebudayaan (Ki Hajar Dewantara), dimana dalam upaya tersebut dilaksanakan dalam bentuk menumbuh-kembangkan jiwa dan raga anak melalui kemerdekaan lahir batin sesuai kodratnya, agar anak memiliki bekal untuk mengarungi kehidupannya sesuai jamannya nanti, dengan jiwa dan raga yang merdeka.
Marilah kita mengkaji bersama pengertian diatas , yang berhubungan dengan Hasil UN:
1. Prinsip dasar pemikiran :
Tidak mungkin ada hasil yang baik, tanpa persiapan dan proses yang baik. Persiapan yang kita bekali kepada siswa sering bahkan kadang melupakan pembekalan jiwa/mental siswa, bahwa pada saatnya nanti mereka akan/harus diuji oleh orang lain, bahwa ujian tersebut siswa sendirian/tidak ada lagi bimbingan yang artinya siswa harus betul-betul memiliki keyakinan penuh dalam menjawab pada saat ujian nanti.
Anak kita siapkan sejak dini untuk terbiasa di uji atau dinilai orang lain, dengan suasana yang hampir mirip dengan suasana UN. Hal ini dilakukan dalam upaya membina mental sang anak.
Sehingga terlihat jelas, bahwa siswa yang mendapat nilai baik pastilah siswa yang memiliki salah satu syarat yaitu mempersiapkan mentalnya atau siswa yang memiliki kodrat mental yang lebih baik atau siswa yang memiliki keyakinan penuh.
2. Sebagai usaha kebudayaan, kita terkadang kurang bahkan lupa memperhatikan pada pertumbuh-perkembangan jiwa sang anak, apalagi yang sesuai kodratnya. Begitu pula pada saat proses pembekalan materi, cenderung kita melupakan bahwa pendidikan bukan pengajaran, pendidikan adalah usaha kebudayaan yang dilakukan melalui menumbuh-kembangkan jiwa dan raga sesuai kodratnya. Karena kita mengejar materi/kurikulum, sehingga kita lupa bahwa proses belajar-mengajar harus menyenangkan anak, atau sesuai dengan kodratnya. Sewajarnya untuk materipun harus dipilih/disesuaikan dengan kodrat sang anak, sehingga anak benar-benar dapat memiliki jiwa merdeka, atau kesenangan pada apa yang sedang dan akan dikerjakannya.
Kita sebagai pembimbing/pengasuh, selalu mengamati/menganalisa kemajuan belajar anak melalui analisa soal. Data analisa tersebut yang nantinya akan dikembangkan menjadi kebijakan dalam pemberian materi berikutnya yang disesuai dengan kodrat sang anak.
Kita juga harus selalu mengembangkan cara pendekatan kepada sang anak, dengan bimbingan yang lebih intensif, sehingga kita mengetahui kodrat anak tersebut.
3. Dan yang tidak kalah pentingnya, kita sering terbawa kepada pengertian umum bahwa pendidikan sama dengan sekolah. Sehingga kita terbawa pada penilaian mereka, bahwa letak atau tolak ukur keberhasilan pendidikan ada di sekolah atau guru/pengasuh/pembimbing. Padahal suah jelas pendidikan oleh Ki Hajar Dewantara terdiri dari 3 sektor yang tidak terpisahkan, dan sekolah pada umumnya tidak lebih hanya memiliki 5 sampai 8 jam atau atau maksimal 1/3 bagian dari keseluruhan kehidupan sang anak, sisanya pendidikan ada di keluarga dan masyarakat. Maka kurang tepat rasanya apabila hasil pendidikan dibebankan hanya pada sekolah, ajaklah mereka (keluarga dan masyarakat) untuk ikut bersama menumbuh-kembangkan jiwa raga sang anak dalam upaya menyukseskan UN. Hal ini dapat dilakukan dengan peningkatan perhatian dan kepdulian orang tua dan masyarakat akan proses pembimbingan UN.
Saudara-saudaraku yang akan dilipat gandakan rahmatnya oleh Tuhan Yang Maha Esa, karena saudaraku adalah orang yang padai mensyukuri nikmat Nya dengan menjaga perbuat yang kurang baik (menyalahkan, menuduh bahkan memfitnah) orang lain bahkan para pemimpinnya sendiri. Karena sesungguhnya, perbuatan itu (menyalahkan, menuduh bahkan memfitnah), sama dengan memperlakukan terhadap yang menciptakan (Tuhan Yang Maha Esa).
Melalui kajian hati nurani diatas, marilah kita sama memahami kekurangan dan keterbatasan kita sebagai wujud syukur kita, dan dengan ikhlas pula mari kita doa kan bersama para pemimpin kita (Presiden, DPR, Mendiknas, dan Dinas Pendidikan) sebagai pemegang kebijakan agar selalu dibukakan pintu hati nuraninya atas keterbatasan dan kekurangan yang sama dimiliki setiap manusia, sehingga apa yang diputuskan/kebijakan dapat lah menjadi rahmat untuk kita semua,
Amin.